KORAN TEMPO, 9 Nopember 2002
Puasa
dan Keprihatinan Nasional
Oleh Khaeron Sirin
Oleh Khaeron Sirin
Marhaban ya Ramadhan. Bagi umat Islam, kedatangan bulan
Ramadhan selalu disambut dengan kebahagiaan dan penuh dengan suasana kegembiraan.
Umat Islam secara serempak menyambut datangnya bulan suci ini untuk berpuasa
sebagai salah satu kewajiban dari rukun Islam yang lima. Di bulan ini, umat
Islam diwajibkan berpuasa untuk mencapai derajat takwa sebagaimana disyariatkan
oleh Allah SWT (Q.S. al-Baqarah: 183). Dalam hal ini, bulan puasa adalah momen
yang sangat penting bagi umat Islam, sebagai ‘kawah candradimuka’ menuju jati
diri kemanusiaan yang paripurna. Yaitu manusia yang memiliki kesucian dan
kesalehan, baik lahir ataupun batin.
Bagi bangsa Indonesia sendiri, bulan puasa kali ini masih
diwarnai suasana keprihatinan yang sangat mendalam sebagaimana tahun-tahun
lalu. Berbagai peristiwa yang mendera bangsa ini sejak reformasi bergulir,
seperti konfik berbau SARA, pertikaian politik, anarkisme dan perpecahan di
antara masyarakat kita terus mewarnai perjalanan bangsa ini. Karena itulah,
puasa kali ini hendaknya bisa menjadi renungan bagi bangsa Indonesia, khususnya
umat Islam, untuk mengevaluasi diri sekaligus meredam segala emosi akibat rentetan
peristiwa yang menimpa bangsa ini.
Hal ini penting, mengingat puasa merupakan sarana efektif
untuk meningkatkan rasa kebersamaan (sense of community), dan memiliki
gaung yang sangat besar di saat umat Islam di seluruh dunia bersama-sama
menunaikan ibadah ini. Ini merupakan waktu simbolis yang sangat mendalam,
khususnya bagi umat Islam Indonesia, untuk meretas kembali persaudaraan dan
kebersamaan kita sebagai bangsa. Selama sebulan penuh umat Islam dari berbagai
identitas ras, kebangsaan, dan etnik bergabung bersama dalam suatu pengalaman
spiritual, persatuan dan persaudaraan. Ramadhan juga merupakan saat ketika
tanggung jawab etik sebagai muslim diuji. Menahan lapar, haus dan seks dipahami
akan membantu mengembangkan pengendaian diri melalui kesadaran akan eksistensi
Tuhan, dan membantu umat Islam ikut merasakan penderitaan orang lain.
Karenanya, puasa harus dimaknai sebagai fenomena kemanusiaan di dalam hidup
berbangsa dan bernegara.
Bulan ramadhan bukanlah semata-mata memiliki aspek ibadah
kepada Allah. Tapi juga merupakan bulan yang penuh dengan refleksi terhadap
nilai-nilai kemanusiaan, di mana keikhlasan kita saat menjalankan ibadah puasa,
dengan menahan lapar, haus dan seks, tercermin dari prilaku kita sehari-hari.
Bulan ramadhan merupakan kesempatan yang berharga bagi
umat Islam, setelah sebelas bulan lamanya mereka disibukkan dengan berbagai
persoalan duniawi, untuk menemukan kembali sisi-sisi spiritual mereka yang
hilang. Diharapkan, datangnya bulan Ramadhan bisa mencerahkan sekaligus menjadi
obat penawar bagi berbagai penyakit dan persoalan masyarakat Indonesia saat
ini..
Untuk itu, diperlukan sebuah renungan dan refleksi dari
berbagai lapisan masyarakat. Hal ini penting sebagai cermin dari realitas yang
ada dalam masyarakat kita. Sebab, ramadhan telah hadir dalam wujud budaya di
masyarakat, di mana kita menyambutnya dengan berbagai tradisi.
Yang jelas, berbagai rentetan
peristiwa yang telah menciderai kehidupan negeri ini, kian menyentuh sisi-sisi
pemahaman kita akan sebuah bangsa. Dari perspektif inilah, hendaknya persoalan
itu dilihat secara serius.
Sebagai bangsa, datangnya bulan
Ramadhan tentunya menjadi isyarat serius untuk menolak segala bentuk kekerasan,
kezaliman, dan kejahatan kemanusiaan lainnya. Hadirnya bulan puasa adalah
isyarat untuk menciptakan perdamaian dan menyelamatkan manusiadari kemungkaran.
Inilah salah satu makna penting bulan puasa bagi bangsa
Indonesia, yaitu persatuan dan pengendalian diri. Hal ini penting guna
menghadapi berbagai persoalan bangsa, sekaligus memelihara kebersamaan dan rasa
kebangsaan di antara masyarakat. Potensi ini harus dimanfaatkan dalam mendorong
masyarakat untuk saling berpegang tangan dan bekerjasama mencegah sekaligus
mengatasi gejolak yang mungkin timbul melalui medium puasa.
Selama ini, bangsa Indonesia telah melakukan keskolektif
dengan melakukan pemutlakkan terhadap yang bukan Allah sebagai sumber
kebenaran. Kebenaran diidentikkan dengan kekuasaan sehingga para penguasa
bersikap represif terhadap suara-suara yang mencoba melawan arus. Inilah yang
menjadikan bangsa kita terkungkung oleh keangkuhan pribadi dan tertawan oleh
ego sendiri.
Dengan demikian, masing-masng kita diharapkan menjadi
pengontrol bagi anggota masyarakat lainnya, terutama bagi para elite penguasa.
Di sisi lain, para elite penguasa juga bisa melaksanakan kekuasaannya demi
kepetingan kemanusiaan, sebagai sebuah amanah yang tidak hanya
dipertanggungjawabkan kepada manusia, tapi juga di hadapan Allah. Karenanya,
para elite penguasa hendaknya memiliki komiten yang kuat untu menegakkan suatu
tatanan sosial yang adil, etis dan berkemanusiaan. Masyarakat juga dituntut
untuk bersama-sama menyerukan perdamaian, tidak melakukan tindakan-tindakan
anarkis serta menghindarkan diri dari emaksiatan di bulan suci Ramadhan.
Kini, bulan puasa adalah kesempatan yang terbaik bagi
kita untuk kembali kepada nilai-nilai al-Quran dengan meneladani apa yang
pernah dibangun oleh Nabi SAW. Selain itu, puasa hendaknya bisa menanamkan
tanggung jawab kemasyarakatan, yang berarti adanya solidaritas sosial yang
tinggi di antara umat Islam dan juga antarumat beragama.
Puasa bagi umat Islam Indonesia adalah perjuangan dan
bukan wahana berlapar lapar dan dahaga.. puasa diharapkan bisa menjadi wahana
yang tepat bagi penanaman sikap-sikap luhur.. hal ini tidak saja dibutuhkan
latihan-latian fisik dan pendidikan etik (akhlak), tetapi juga pendidikan
ruhani. Yaitu pendidikan yang melewati eksistensi yang masih serba terikat
dengan dorongan-dorongan jasmani dan egoistik, menuju peleburan sifat-sifat
Tuhan dalam diri.
Kiranya, puasa yang kita lakukan ini bisa memberikan
seluruh totalitas kemanusiaan kita kepada Tuhan Pencipta Alam yang trefleksi
dalam nilai-nilai kemanusiaan kita di muka bumi ini.. Allah berfirman: Barang
siapa yang memperbaiki urusan akhiratnya, niscaya Allah Allah akan memperbaiki
urusan dunia dan akhiratnya.
Di sinilah, puasa memiliki makna kemanusiaan yang sangat
dalam. Misalnya saja, puasa harus membuat kita lebih bersikap jujur, mampu
menahan diri dari berbagai ambisi dan arogansi, ataupun puasa harus bisa
menumbuhkan rasa solidaritas dan toleransi di antara manusia dalam kehidupan
sosial.
Pengendalian diri (self
control) ini sangat penting dan menjadi ciri utama masyarakat yang sehat.
Sebab, tanpa pengendalian diri ini, maka tatanan masyarakat akan terganggu,
berbagai reaksi kelainan patologik (kelainan) akan timbul, baik dalam pikiran,
perasaan dan prilaku sosial. Dari sinilah kemudian melahirkan berbagai
peristiwa, seperti anarkisme, perpecahan ataupun pertikaian di kalangan
masyarakat kita.
No comments:
Post a Comment